Pentingnya Meringankan Beban Otak Melalui Pemecahan Video dan Penyajian Porsi Informasi yang Seimbang

Pentingnya Meringankan Beban Otak Melalui Pemecahan Video dan Penyajian Porsi Informasi yang Seimbang

Daftar Isi

    Segmenting Principle: Belajar Lebih Baik, Sedikit Demi Sedikit

    Pernah menonton video-video di dalam course LinkedIn Learning? Durasinya biasanya pendek-pendek, loh. Mereka biasanya memecah satu topik utama menjadi beberapa video pendek. Masing-masing berdurasi hanya beberapa menit, tapi terasa padat dan mudah diikuti.

    Menariknya, strategi ini sejalan dengan dua prinsip penting dari Richard E. Mayer dalam Cognitive Theory of Multimedia Learning, yaitu Segmenting Principle dan Redundancy Principle.

    Segmenting Principle menekankan bahwa orang akan belajar lebih efektif jika materi disajikan dalam potongan-potongan kecil (segmen), bukan dalam satu tayangan panjang yang terus mengalir. Ketika video pembelajaran terlalu padat, otak kita bisa kelebihan muatan dalam memproses informasi. Akibatnya, pemahaman justru berkurang. Dengan membagi materi ke dalam beberapa segmen pendek, peserta dapat fokus mempelajari satu konsep dalam satu waktu, memprosesnya, lalu baru melanjutkan ke bagian berikutnya.

    Bagi tim pembelajaran di perusahaan, prinsip ini penting untuk diingat saat mendesain modul video learning. Materi yang kompleks, seperti penjelasan proses kerja atau prosedur teknis, sebaiknya dipecah menjadi beberapa bagian yang bisa ditonton secara bertahap.

    Di Monkey Melody, kami menerapkan Prinsip Segmentasi dengan membagi materi kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih singkat dan fokus, sehingga peserta ajar bisa memahami informasi secara bertahap. Dalam tahap awal, setelah mempelajari materi secara menyeluruh, kami mengolah naskah dan menerapkan prinsip tersebut.

    Redundancy Principle: Jangan Penuhi Layar dengan Terlalu Banyak Elemen Visual

    Selain membagi video, LinkedIn Learning juga menghindari tampilan yang penuh teks. Sebagian besar penjelasan disampaikan oleh pengajar secara lisan, sementara visual hanya mendukung. Hal ini sesuai dengan Redundancy Principle, yang menyatakan bahwa menampilkan grafik, narasi, dan teks panjang secara bersamaan justru bisa mengganggu proses belajar.

    Ketika mata harus membaca teks dan sekaligus memproses animasi atau gambar, saluran visual kita menjadi terlalu sibuk. Akibatnya, fokus beralih dari memahami isi ke sekadar mengejar informasi di layar.

    Mengapa begitu? Karena otak manusia memiliki dua jalur pemrosesan utama, yaitu jalur visual, yang memproses gambar, teks, dan gerakan, serta jalur auditori, yang memproses suara atau narasi. Ketika animasi dan teks panjang muncul bersamaan, keduanya masuk melalui jalur visual. Akibatnya, terjadi visual overload, saluran penglihatan kita terlalu sibuk menangani dua hal sekaligus. Otak akhirnya lebih banyak menghabiskan energi untuk menavigasi tampilan ketimbang memahami isinya.

    Sebaliknya, jika kita hanya menampilkan grafik dan narasi suara, maka kerja otak menjadi lebih seimbang. Visual berfokus pada gambar dan animasi, sementara narasi masuk lewat jalur auditori. Kombinasi ini memudahkan peserta untuk menghubungkan kata dengan gambar.

    Pada akhirnya, Segmenting Principle dan Redundancy Principle sama-sama menyoroti pentingnya memahami cara kerja otak manusia dalam memproses informasi. Dalam konteks pelatihan di perusahaan, kedua prinsip ini membantu tim L&D merancang video pembelajaran yang efektif dalam membantu karyawan memahami materi.

    Dengan membagi konten ke dalam segmen-segmen kecil dan menampilkan informasi dalam porsi yang seimbang antara audio dan visual, pembelajaran menjadi lebih fokus, tidak membebani, dan lebih mudah diingat. Prinsip-prinsip ini bisa membantu dalam membuat video pembelajaran yang efektif.

    Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

    Share:

    M. Rizky Fajar Ramadhan

    Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

    Seberapa Ampuh Kombinasi Suara dan Visual? Prinsip Modality untuk Video Pembelajaran Optimal

    Seberapa Ampuh Kombinasi Suara dan Visual? Prinsip Modality untuk Video Pembelajaran Optimal

    Daftar Isi

      Apa Itu Modality Principle?

      Di tengah maraknya video learning di dunia korporat, banyak perusahaan kini semakin menyadari bahwa cara penyajian materi tidak boleh berhenti pada estetika visual saja. Bagaimana otak manusia memproses informasi juga perlu dipertimbangkan. Salah satu prinsip penting yang membantu kita memahami hal ini adalah Modality Principle, atau prinsip modalitas, yang dijelaskan oleh Richard E. Mayer dalam bukunya Multimedia Learning (2009).

      Secara sederhana, Modality Principle menyatakan bahwa orang belajar lebih baik dari gambar dan narasi dibandingkan dari gambar dan teks tertulis. Mengapa demikian? Karena manusia memiliki dua saluran utama dalam memproses informasi: saluran visual (untuk gambar dan teks yang dilihat) dan saluran auditori (untuk suara atau kata-kata yang didengar).

      Ketika video pembelajaran menampilkan gambar dan teks tertulis secara bersamaan, kedua elemen itu sama-sama membebani saluran visual. Akibatnya, otak bekerja lebih berat dan sulit untuk menyerap informasi dengan optimal.

      Sebaliknya, jika teks tersebut diubah menjadi narasi suara, beban kognitif terbagi: gambar diproses oleh saluran visual, sementara suara oleh saluran auditori. Proses ini disebut modality off-loading. Hasilnya, peserta ajar mampu memperoleh pemahaman yang lebih dalam serta daya ingat yang lebih kuat.

      Penelitian Mayer menunjukkan bahwa dalam 17 dari 17 eksperimen, peserta yang belajar melalui kombinasi animasi dan narasi memperoleh hasil pemahaman dan kemampuan memecahkan masalah yang jauh lebih baik dibanding mereka yang belajar melalui kombinasi animasi dan teks tertulis. Efeknya bahkan terhitung besar, dengan nilai effect size sebesar d = 1.02, angka yang sangat signifikan dalam studi pembelajaran.

      Penemuan ini menunjukkan bahwa ketika kita membuat video training yang berisi grafik, data, atau animasi, menambahkan teks panjang di layar justru bisa menurunkan efektivitas pembelajaran. Materi yang kompleks dan memiliki durasi yang terbatas sebaiknya disampaikan melalui narasi untuk membantu karyawan memproses informasi dengan lebih efisien.

      Bagaimana Cara Menerapkannya?

      Di Monkey Melody, kami sering menemukan kesalahan umum saat mengonversi materi pelatihan menjadi video. Teks penjelasan panjang umumnya ditempel begitu saja di layar bersamaan dengan gambar atau animasi. Cara seperti ini justru membuat peserta belajar kehilangan fokus dan kesulitan memproses pesan utama.

      Untuk mengatasinya, tim kami menerapkan pendekatan Modality Principle dengan memisahkan fungsi visual dan auditori secara cermat. Kami menganalisis setiap bagian materi untuk menentukan mana yang dapat diwakili oleh visual, dan mana yang lebih tepat disampaikan lewat narasi. Visual dirancang untuk menggambarkan konsep inti, sementara penjelasan detail dihadirkan melalui suara narasumber atau voice over talent profesional.

      Misalnya, dalam video pembelajaran Nutrifood terkait pengembangan distribusi, kami banyak menyandingkan aset visual dengan suara narasumber. Namun, di bagian tertentu yang berhubungan dengan poin-poin, kami menggunakan teks saja tanpa gambar. Terkadang, kami membubuhkan icon sederhana untuk melengkapi teks dalam porsi yang sesuai. Semua pertimbangan ini tentu direncanakan mulai dari storyboard.

      Dalam beberapa video PLN, kami bahkan hanya menggunakan suara dari voice over talent saja tanpa ada sosok narasumber. Demikianlah pentingnya informasi verbal dalam melengkapi sebuah video pembelajaran. Pendekatan ini membuat penonton tidak perlu membaca teks panjang di layar, melainkan bisa fokus memahami hubungan antar konsep melalui kombinasi gambar dan suara.

      Tentu saja, Modality Principle tidak selalu wajib digunakan. Prinsip ini paling efektif untuk materi yang kompleks dan cepat, di mana pembelajar tidak punya cukup waktu untuk membaca dan melihat visual sekaligus. Namun, untuk materi yang lambat, atau di mana peserta bisa mengontrol tempo belajarnya (misalnya e-learning interaktif), teks tertulis tetap bisa digunakan tanpa menimbulkan beban berlebih.

      Selain itu, ada kondisi tertentu di mana teks di layar justru dibutuhkan. Yaitu ketika materi berisi istilah teknis atau simbol yang sulit dilafalkan dan ketika peserta masuk ke dalam golongan non-native speaker atau memiliki keterbatasan pendengaran. Kuncinya adalah menyesuaikan format penyajian dengan konteks dan karakteristik audiens.

      Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

      Share:

      M. Rizky Fajar Ramadhan

      Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

      Dual-Channel Assumption: Cara Otak Mengolah Informasi dalam Video Pembelajaran

      Dual-Channel Assumption: Cara Otak Mengolah Informasi dalam Video Pembelajaran

      Daftar Isi

        Menyeimbangkan Jalur Visual dan Auditori

        Tahu tidak? Setiap detik dalam video pembelajaran memperebutkan perhatian otak. Di tengah derasnya arus informasi visual dan suara yang kita terima setiap hari, memahami bagaimana kedua jenis informasi itu diolah oleh otak menjadi aspek penting dalam menciptakan pengalaman belajar yang efektif.

        Teori Dual-Channel Assumption dari Richard E. Mayer menjelaskan bahwa manusia memiliki dua jalur utama dalam memproses informasi, yaitu jalur visual dan jalur auditori. Jalur visual bekerja saat mata menangkap gambar, teks, atau animasi. Sementara jalur auditori aktif ketika telinga mendengar suara, narasi, atau dialog. Keduanya beroperasi secara paralel, tetapi masing-masing memiliki kapasitas yang terbatas.

        Bayangkan ketika seseorang menonton video pembelajaran yang menampilkan teks panjang di layar sambil mendengarkan narasi dengan isi yang sama. Dalam hitungan detik, perhatian mulai terpecah dan otak kesulitan menentukan mana informasi yang perlu diprioritaskan. Akibatnya, materi yang ingin disampaikan tidak terserap dengan baik.

        Dari sinilah muncul konsep modality off-loading, yaitu strategi membagi beban kognitif agar tidak terpusat pada satu jalur saja. Dalam praktiknya, sebagian informasi disampaikan melalui narasi (jalur auditori) sementara visual di layar digunakan untuk memperkuat, bukan mengulang. Pendekatan ini membantu peserta ajar memahami hubungan antara apa yang mereka lihat dan dengar, serta memperkuat proses pembentukan makna dalam memori kerja mereka.

        Dengan memahami cara kerja kedua jalur ini, tim pembelajaran dapat merancang video learning yang lebih efisien secara kognitif.

        Penerapannya dalam Desain Video Learning Korporat

        Bagi divisi Learning & Development, teori ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam merancang pengalaman belajar yang memanfaatkan kekuatan multimedia secara optimal. Setiap elemen seperti narasi, teks, dan visual harus ditempatkan dengan tujuan yang jelas agar beban kognitif peserta tetap seimbang.

        Di Monkey Melody, pemahaman terhadap prinsip dual-channel diterapkan sejak tahap awal pra-produksi. Ketika tim storyboard mulai bekerja, setiap bagian naskah dianalisis untuk menentukan bentuk penyajiannya. Ada bagian yang lebih kuat jika divisualisasikan melalui ilustrasi atau animasi, dan ada pula bagian yang lebih tepat dijelaskan lewat narasi agar visual di layar bisa berfungsi sebagai pendukung konteks.

        Keselarasan antara visual dan audio, atau yang disebut Mayer sebagai temporal contiguity, menjadi perhatian utama. Narasi dan visual perlu muncul pada waktu yang tepat agar otak peserta tidak perlu mengingat satu informasi lebih dulu lalu mencocokkannya dengan elemen lain beberapa detik kemudian.

        Jika hal ini diabaikan, otak akan bekerja beberapa kali lipat lebih keras, membuat proses belajar menjadi melelahkan dan tidak efisien. Karena itu, dalam setiap storyboard, tim kami menyesuaikan timing kemunculan elemen visual agar selaras dengan tempo narasi, ritme bicara narator, dan konteks pesan yang disampaikan.

        Proses ini membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap isi materi. Storyboarder kami selalu mempelajari bahan ajar dan script untuk memastikan setiap visual yang ditampilkan akurat dan relevan. Dalam beberapa proyek, terutama yang bersifat teknis, tim kami bahkan melakukan riset tambahan atau memanfaatkan teknologi seperti generative AI untuk membantu menginterpretasikan konsep yang sulit divisualisasikan. Hasil interpretasi tersebut kemudian diverifikasi kembali bersama Subject Matter Expert (SME) agar tidak terjadi distorsi makna.

        Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

        Share:

        M. Rizky Fajar Ramadhan

        Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

        Memahami Limited Capacity Assumption: Batas Otak Manusia dan Implikasinya untuk Desain Multimedia Learning

        Memahami Limited Capacity Assumption: Batas Otak Manusia dan Implikasinya untuk Desain Multimedia Learning

        Daftar Isi

          Apa Itu Limited Capacity Assumption?

          Pernah merasa otak penuh saat menonton video pelatihan yang terlalu padat informasi? Ini ada dasar ilmiahnya. Dalam teori Cognitive Theory of Multimedia Learning (CTML) yang dikembangkan oleh Richard E. Mayer, terdapat tiga gagasan utama yang menjelaskan bagaimana manusia memproses informasi dari media pembelajaran. Salah satunya adalah Limited Capacity Assumption. Ini adalah asumsi bahwa otak manusia memiliki batas kapasitas dalam memproses informasi pada satu waktu.

          Dan batas inilah yang menjadi dasar mengapa desain multimedia learning perlu dibuat dengan hati-hati agar peserta tidak kewalahan.

          Secara sederhana, Limited Capacity Assumption menyatakan bahwa manusia hanya dapat memproses sejumlah kecil informasi pada saat yang sama dalam setiap saluran. Saluran yang dimaksud berupa visual dan auditori. Artinya, ketika seseorang menonton video pembelajaran, otak mereka bekerja melalui dua jalur. Pertama, Jalur visual, yang memproses gambar, teks, dan elemen visual lainnya. Kedua, jalur auditory, yang memproses narasi atau suara.

          Kedua jalur ini memiliki kapasitas terbatas. Jika terlalu banyak elemen diberikan secara bersamaan, sebagian informasi tidak akan tersimpan dengan baik di working memory, yaitu memori jangka pendek yang berperan penting dalam memahami dan mengolah pengetahuan baru.

          Dalam konteks pelatihan digital, fenomena ini disebut cognitive overload, yaitu kondisi ketika kapasitas otak peserta sudah penuh sebelum mereka sempat memahami isi materi. Mayer menjelaskan bahwa beban kognitif terbagi menjadi tiga jenis:

          1. Extraneous Processing: Beban yang tidak mendukung tujuan pembelajaran, biasanya disebabkan oleh desain visual yang berantakan atau penempatan elemen yang membingungkan.
          2. Essential Processing: Beban yang muncul dari kompleksitas materi itu sendiri; bagian yang memang harus dipahami peserta agar bisa mengerti konsep utama.
          3. Generative Processing: Proses mental ketika peserta berusaha memahami, mengaitkan, dan menerapkan informasi ke pengetahuan yang sudah dimiliki.

          Ketika extraneous load terlalu besar, kapasitas untuk essential dan generative load menjadi berkurang. Akibatnya? Peserta bisa merasa lelah, kehilangan fokus, atau hanya mengingat sebagian kecil dari materi.

          Strategi Desain: Mengelola Batas Kapasitas agar Pembelajaran Efektif

          Untuk membantu peserta belajar lebih efisien, Mayer mengusulkan tiga tujuan utama dalam desain multimedia learning. Ketiganya berfokus pada bagaimana kita dapat mengelola beban kognitif agar sesuai dengan kapasitas otak manusia, tanpa mengurangi kedalaman pemahaman yang ingin dicapai.

          Tujuan pertama adalah mengurangi extraneous processing, yaitu beban kognitif yang muncul akibat hal-hal yang tidak mendukung tujuan pembelajaran. Dalam praktiknya, hal ini berarti memastikan tampilan visual bersih dari elemen yang tidak relevan dan fokus pada inti pesan yang ingin disampaikan. Desainer dapat menambahkan penanda visual seperti highlight atau panah untuk membantu peserta memusatkan perhatian pada bagian penting.

          Selain itu, elemen-elemen yang saling berkaitan, seperti teks dan gambar, sebaiknya ditampilkan secara berdekatan dan bersamaan agar otak tidak perlu melompat dari satu informasi ke informasi lainnya. Prinsip ini membuat peserta dapat memproses informasi dengan lebih efisien tanpa terganggu oleh tata letak yang membingungkan atau jeda waktu yang tidak perlu.

          Tujuan kedua adalah mengelola essential processing, yakni beban kognitif yang berasal dari kompleksitas materi itu sendiri. Tidak semua topik mudah dicerna sekaligus, sehingga penyajian materi perlu dipecah menjadi bagian-bagian kecil yang dapat dipelajari secara bertahap. Pendekatan ini memberi waktu bagi peserta untuk benar-benar memahami satu konsep sebelum beralih ke konsep berikutnya.

          Selain itu, memberikan pengantar terlebih dahulu mengenai istilah-istilah atau konsep kunci juga dapat membantu peserta membangun kerangka pemahaman yang lebih kuat sebelum mereka masuk ke materi inti. Dalam konteks multimedia, penggunaan narasi suara untuk menjelaskan sebuah visual juga terbukti efektif karena membagi beban antara saluran visual dan auditori, sehingga peserta tidak kelelahan memproses terlalu banyak informasi visual sekaligus.

          Terakhir, desain pembelajaran juga harus mendorong generative processing, yaitu upaya peserta untuk mengaitkan pengetahuan baru dengan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Untuk mencapai hal ini, gaya penyampaian yang terasa personal dan hangat sering kali lebih efektif dibandingkan bahasa yang terlalu formal atau datar. Narasi dengan intonasi manusia dan gaya tutur yang alami dapat meningkatkan keterlibatan emosional peserta, sehingga membuat proses belajar terasa lebih hidup.

          Selain itu, menggabungkan teks dan visual dalam satu kesatuan yang bermakna akan memperkuat pemahaman. Agar peserta benar-benar aktif berpikir, kegiatan sederhana seperti refleksi, kuis singkat, atau simulasi interaktif dapat dimasukkan sebagai bagian dari pengalaman belajar.

          Ketiga strategi ini membantu memastikan bahwa setiap elemen dalam video pembelajaran bekerja selaras dengan cara kerja otak manusia. Ketika beban kognitif dikelola dengan baik dengan cara dibuat tidak terlalu ringan hingga membuat peserta pasif dan tidak terlalu berat hingga membuat mereka kewalahan, pembelajaran menjadi jauh lebih efektif dan menyenangkan.

          Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

          Share:

          M. Rizky Fajar Ramadhan

          Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

          Latar dan Properti yang Relevan untuk Pengalaman Video Pembelajaran yang Optimal

          Latar dan Properti yang Relevan untuk Pengalaman Video Pembelajaran yang Optimal

          Daftar Isi

            Menciptakan suasana yang tepat sesuai dengan target audiens

            Ketika Anda menonton film berlatar kerajaan Jawa, pasti akan punya ekspektasi tertentu. Misalnya, bangunan bergaya klasik, tata busana tradisional, hingga warna-warna hangat yang mencerminkan suasana masa lampau. Jika pemilihan aspek-aspek tersebut keliru, rasanya akan janggal, bukan?

            Hal yang sama juga berlaku untuk multimedia lain, termasuk video pembelajaran. Bayangkan sebuah video pelatihan pemeliharaan mesin industri namun direkam di ruang tamu. Secara tidak sadar, audiens akan merasa bingung dan kehilangan konteks. Latar yang tidak sesuai bisa mengganggu fokus, bahkan menurunkan kredibilitas materi yang disampaikan.

            Walaupun latar dalam video pembelajaran tidak selalu menjadi pusat perhatian seperti dalam film, efeknya terhadap persepsi penonton tetap signifikan. Latar yang tepat membantu membangun suasana yang selaras dengan konteks materi, sekaligus mendukung pemahaman visual audiens. Dalam konteks e-learning atau video corporate training, kesesuaian antara latar, tone warna, dan gaya visual dengan karakteristik peserta ajar dapat membuat proses belajar terasa lebih natural dan mudah diikuti.

            Karena itu, penting bagi tim produksi untuk memahami siapa target audiensnya. Apakah video ditujukan untuk karyawan pabrik, tenaga kesehatan, atau karyawan kantor? Jawaban atas pertanyaan ini akan memengaruhi keputusan visual, mulai dari lokasi syuting, warna dinding, pencahayaan, hingga properti pendukung. Semua elemen tersebut berkontribusi menciptakan nuansa yang sesuai dengan dunia nyata, sehingga mereka dapat lebih mudah mengaitkan isi pembelajaran dengan pengalaman kerja mereka sendiri.

            Peran Latar dan Properti dalam Meningkatkan Fokus dan Retensi Belajar

            Salah satu aspek penting dalam produksi video pembelajaran adalah latar dan properti. Ketika materi teknis disampaikan di latar yang santai, atau sebaliknya, topik yang ringan ditempatkan di lokasi yang terlalu formal, hasilnya terasa tidak sinkron. Penonton mungkin tidak langsung menyadarinya, tetapi ketidaksesuaian visual semacam ini dapat mengganggu fokus mereka terhadap isi pembelajaran.

            Di Monkey Melody, setiap produksi dimulai dengan perencanaan visual yang matang. Tim kami menentukan latar yang paling sesuai dengan topik pembelajaran, lalu menyiapkan properti pendukung dengan mempertimbangkan aspek warna, tekstur, dan fungsi. Jadi, properti tidak ditempatkan sebagai dekorasi saja. Properti berfungsi sebagai elemen yang membantu penonton memahami konteks. Misalnya, peralatan medis dalam pelatihan komunikasi untuk perawat disusun secara baik di latar belakang sebagai penguat suasana yang membawa peserta ajar lebih dekat dengan situasi kerja sebenarnya.

            Dengan latar yang koheren dan properti yang terencana, peserta ajar dapat menikmati pengalaman belajar yang lebih immersive sehingga merasa “hadir” di dalam situasi pembelajaran tersebut. Pendekatan ini membantu meningkatkan retensi dan komprehensi, karena otak manusia lebih mudah mengingat informasi yang dikaitkan dengan konteks visual yang relevan.

            Kesimpulannya, meskipun latar dan properti adalah bagian dari keputusan estetika, keduanya juga bagian dari strategi desain pembelajaran yang baik, yaitu strategi yang memastikan setiap elemen visual bekerja selaras dengan pesan yang ingin disampaikan. Dengan pendekatan ini, video pembelajaran mampu menjadi media penyampai informasi yang menawarkan pengalaman belajar yang menarik dan efektif.

            Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

            Share:

            M. Rizky Fajar Ramadhan

            Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

            Visual dan Audio Koheren dengan Isi Video = Hasil Optimal

            Visual dan Audio Koheren dengan Isi Video = Hasil Optimal

            Daftar Isi

              Tantangan Mengonversi Materi Pembelajaran Korporat ke Format Video

              Berdasarkan survei global yang dilakukan ILO pada tahun 2020, penggunaan video conference dan online training meningkat 6–10% dibandingkan tahun sebelumnya. Seiring waktu, pembelajaran di perusahaan semakin terdorong menuju digitalisasi. Banyak perusahaan mulai mengubah modul pelatihan berbentuk dokumen menjadi format digital, salah satunya melalui video learning.

              Keunggulan video learning tidak diragukan lagi. Karyawan dapat belajar sesuai dengan ritme masing-masing, sementara perusahaan dapat menghemat waktu dan biaya karena materi bisa diakses kapan saja dan diulang berkali-kali. Namun, transformasi ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu hambatan terbesar adalah bagaimana cara mengemas materi yang kompleks ke dalam format video tanpa membebani peserta ajar.

              Mengapa hal ini krusial? Video yang dipenuhi teks ternyata terbukti tidak efektif. Richard E. Mayer dalam teorinya menjelaskan beberapa prinsip penting. Multimedia Principle menyebutkan bahwa kombinasi teks dengan visual akan meningkatkan pemahaman dibanding teks saja. Lalu, Redundancy Principle menekankan bahwa teks berlebihan justru membebani memori kognitif. Sementara itu, Segmenting Principle menegaskan bahwa konten yang dipecah menjadi bagian-bagian kecil akan lebih mudah dipelajari.

              Dengan kata lain, penyusunan video pembelajaran membutuhkan strategi desain multimedia yang tepat mulai dari metode mengonversi teks materi menjadi script dan visual hingga proses editing.

              Pentingnya Koherensi Visual dan Audio dalam Video Learning

              Setelah isi materi disusun dengan baik, langkah berikutnya adalah memastikan penyajian dalam video mendukung pemahaman peserta. Visual dan audio sering dianggap sekadar unsur pelengkap, padahal keduanya merupakan faktor penting yang memengaruhi efektivitas pembelajaran. Ketika tampilan dan suara selaras dengan konten, pengalaman belajar menjadi lebih jelas, mudah diikuti, dan jauh lebih berkesan.

              Visual berfungsi sebagai penguat pesan. Warna yang konsisten membantu menjaga identitas materi dan mengarahkan perhatian peserta. Tipografi yang sederhana membuat teks terbaca tanpa kesulitan. Ilustrasi atau ikon mampu menyederhanakan penjelasan panjang menjadi representasi singkat. Animasi yang halus dapat memandu perhatian pada poin penting, sedangkan animasi yang berlebihan justru berisiko menenggelamkan pesan utama. Dalam pelatihan orientasi karyawan baru, misalnya, alur kerja yang ditampilkan dalam format bagan bergerak akan jauh lebih mudah dipahami dibandinkan format daftar / list.

              Audio berfungsi sebagai elemen yang melengkapi bagian yang kurang bisa disampaikan sepenuhnya melalui visual. Suara narator yang jelas dengan intonasi bervariasi membantu peserta tetap fokus. Narasi yang monoton membuat informasi terasa datar, sementara narasi dengan tekanan pada kata kunci memberi bobot lebih pada bagian penting. Musik dan efek suara pun membantu melengkapi semua elemen dan menghadirkan suasana yang sesuai.

              Dalam teori pembelajaran multimedia, dua prinsip dapat menjelaskan mengapa keselarasan visual dan audio begitu penting. Coherence Principle menyatakan bahwa materi pembelajaran akan lebih efektif bila disajikan secara ringkas tanpa informasi yang tidak relevan. Artinya, visual yang terlalu ramai, musik yang berlebihan, atau efek suara yang tidak mendukung justru memperlambat proses belajar. Peserta menjadi sibuk dengan distraksi. Sebaliknya, ketika visual dan audio dipilih secara hati-hati sesuai dengan tujuan pembelajaran, konsentrasi peserta lebih terjaga dan pemahaman meningkat.

              Selain itu, Temporal Contiguity Principle menjelaskan bahwa narasi dan visual sebaiknya muncul secara bersamaan agar peserta dapat menghubungkan keduanya tanpa usaha tambahan. Jika narasi muncul lebih dulu lalu disusul visual, atau sebaliknya, peserta harus mengingat informasi lama sebelum memadukannya dengan yang baru. Proses ini menambah beban kognitif. Contohnya, ketika narator menjelaskan prosedur penggunaan alat keselamatan kerja, sebaiknya ilustrasi alat itu muncul di layar pada saat yang sama, bukan setelah penjelasan selesai. Penyelarasan waktu antara audio dan visual membantu otak membangun pemahaman yang lebih utuh.

              Kedua prinsip ini memperlihatkan bahwa kualitas penyajian video tidak hanya ditentukan oleh seberapa indah desainnya, melainkan oleh seberapa relevan dan selaras setiap elemen dengan pesan utama. Koherensi visual dan audio menjaga konten tetap sederhana, jelas, dan bebas gangguan, sementara keterpaduan waktu antara narasi dan tampilan membuat peserta tidak bingung dan mampu menangkap penjelasan materi. Hasil akhirnya adalah pengalaman belajar yang efisien, menyenangkan, dan lebih mudah diingat.

              Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

              Share:

              M. Rizky Fajar Ramadhan

              Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

              Pemanfaatan NotebookLM dalam Produksi Video Pembelajaran

              Pemanfaatan NotebookLM dalam Produksi Video Pembelajaran

              Daftar Isi

                Penerapan Large Language Models yang Semakin Berkembang

                Berdasarkan laporan McKinsey yang dirilis pada Mei tahun ini, penggunaan AI di dalam organisasi mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Jumlah organisasi yang menggunakan AI secara rutin telah meningkat dua kali lipat hanya dalam waktu 10 bulan terakhir. Bandingkan fenomena ini dengan semasa AI masih menjadi hal baru. Sekarang, penggunaan AI untuk memproduksi tulisan, gambar, dan bahkan video sudah menjadi hal umum.

                Salah satu jenis Generative AI yang paling sering digunakan oleh berbagai kalangan adalah Large Language Models alias LLM. ChatGPT, Gemini, DeepSeek, dan sebagainya masuk ke dalam kategori LLM. Cara orang berinteraksi dengan LLM pun semakin berkembang seiring waktu. Awalnya, zero shot prompting alias teknik memasukkan input dalam format pernyataan atau perintah langsung sangat sering digunakan. Kini, berkat peningkatan literasi AI, semakin banyak orang yang menerapkan teknik yang lebih kompleks.

                Salah satu bentuk pengembangan zero shot prompting adalah teknik few shot prompting yang menyisipkan beberapa contoh supaya outputnya bisa mendekati yang diharapkan oleh pengguna. Contoh teknik lain yang lebih kompleks adalah chain-of-thought prompting yang dapat mendorong model untuk memberikan jawaban dengan memaparkan pola pikir yang runtut. Berbagai teknik lain juga bisa dicampurkan sehingga prompt yang terbentuk memberikan konteks yang lebih menyeluruh.

                Dalam produksi video pembelajaran, LLM dapat berperan di banyak titik. Misalnya, saat menyusun naskah awal video, LLM mampu membantu memformulasikan kalimat agar lebih ringkas namun tetap mudah dipahami audiens. Di tahap ideasi, LLM bisa menghasilkan variasi analogi atau contoh kasus yang membuat konten lebih relevan. Bahkan, beberapa tim kreatif memanfaatkan LLM untuk menilai kembali storyboard atau draft naskah agar tetap konsisten dengan tujuan pembelajaran.

                Namun, meski LLM sangat membantu, ada keterbatasan yang perlu diperhatikan. Kapasitas teks yang bisa diproses dalam sekali input biasanya terbatas. Jika materi yang digunakan sangat panjang, seperti dokumen modul pelatihan ratusan halaman, LLM konvensional bisa saja kehilangan konteks atau melewatkan detail penting. Di sinilah muncul kebutuhan akan alternatif lain yang lebih cocok untuk menangani materi kompleks. Salah satu solusi yang menonjol adalah NotebookLM.

                NotebookLM dalam Konteks Produksi Video Pembelajaran

                Top of mind ketika membicarakan LLM biasanya memang ChatGPT. Namun, tidak semua kebutuhan cocok ditangani oleh satu platform saja. Untuk keperluan riset maupun pengolahan catatan digital, NotebookLM menawarkan pendekatan yang berbeda dan sering kali lebih sesuai. Salah satu keunggulan utama NotebookLM adalah kapasitas teks yang jauh lebih besar dibanding ChatGPT. Artinya, pengguna dapat mengunggah dokumen panjang, buku, atau laporan kompleks tanpa terhambat oleh batas input yang ketat.

                NotebookLM juga tidak sekadar menyajikan teks. Melalui fitur seperti mind map, pengguna dapat mengurai materi yang rumit menjadi struktur visual yang lebih mudah dipahami. Bagi tim produksi video pembelajaran, kemampuan ini sangat krusial. Materi yang biasanya padat, penuh istilah teknis, atau berlapis-lapis konsep dapat diurai menjadi poin-poin inti yang siap divisualisasikan.

                Dalam praktiknya, NotebookLM dapat membantu tahap pra-produksi video pembelajaran secara signifikan. Misalnya, ketika tim kreatif harus menyusun storyboard dari modul pelatihan yang tebal, NotebookLM bisa digunakan untuk menyoroti bagian penting, merangkum inti pembahasan, hingga memberikan representasi visual awal berupa peta konsep. Hasilnya, proses alih materi ke dalam bentuk visual lebih cepat dan akurat terhadap sumber aslinya.

                Dengan kata lain, jika LLM seperti ChatGPT banyak digunakan untuk eksplorasi ide atau penyusunan naskah awal, maka NotebookLM dapat menjadi pendamping strategis untuk lebih mendalami bahan materi sehingga konten video pembelajaran bisa dipastikan akurat secara substansi. Kombinasi keduanya memungkinkan tim produksi menghasilkan video pembelajaran yang menarik dan akurat.

                Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

                Share:

                M. Rizky Fajar Ramadhan

                Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

                Mengapa Timing Visual dan Narasi Bisa Memengaruhi Retensi Belajar

                Mengapa Timing Visual dan Narasi Bisa Memengaruhi Retensi Belajar

                Daftar Isi

                  Prinsip Kesinambungan Waktu

                  Pernah tidak menonton sebuah video pelatihan lalu merasa ada yang janggal? Misalnya, narator sudah mulai memberikan paparan tentang suatu diagram, tetapi diagramnya baru muncul beberapa detik kemudian. Atau sebaliknya, visualnya justru muncul lebih dulu sedangkan penjelasannya baru terdengar belakangan.

                  Dalam dunia pembelajaran berbasis video, detail semacam ini sangat krusial. Richard E. Mayer, seorang pakar dalam bidang multimedia learning, memperkenalkan prinsip Temporal Contiguity atau yang kita kenal sebagai Prinsip Kesinambungan Waktu. Prinsip ini menekankan bahwa visual dan verbal yang berkaitan sebaiknya muncul bersamaan atau setidaknya dalam waktu yang berdekatan. Penyelarasan waktu memudahkan otak menghubungkan informasi dan menghindari kebingungan.

                  Ketika audio dan visual tidak selaras, otak peserta ajar harus bekerja dua kali. Mereka harus mengingat informasi dari satu elemen, lalu mencocokkannya dengan elemen lain yang muncul beberapa detik kemudian. Ini ternyata melelahkan dan tidak efisien, apalagi jika materinya bersifat teknis atau kompleks. Sebaliknya, saat narasi dan visual hadir beriringan, otak lebih mudah menghubungkan keduanya. Hasilnya, Informasi pun menjadi lebih cepat dipahami.

                  Peran Storyboard dalam Menjaga Sinkronisasi antar Audio dan Visual

                  Lalu bagaimana memastikan sinkronisasi ini? Di sinilah peran storyboard menjadi vital. Dalam video pembelajaran berbasis animasi, tentunya desain grafis dan animasinya perlu dirancang supaya bisa mengomunikasikan materi dengan baik. Untuk mengoptimalkan hal itu, Monkey Melody memiliki tim storyboarder yang bertugas untuk mengonversi script menjadi storyboard.

                  Storyboard adalah rangkaian gambar / sketsa yang berfungsi untuk menggambarkan alur visual dan narasi video yang dijadikan sebagai panduan untuk desainer dan animator. Elemen-elemennya mencakup urutan adegan, peletakan aset visual, pemilihan / sketsa aset visual, arahan animasi, dan sejenisnya.

                  Utamanya, storyboard berisi sketsa alur adegan yang bertujuan untuk memandu desainer. Selain itu, storyboard juga mengatur ritme kemunculan elemen yang berguna bagi animator. Misalnya, kapan teks perlu muncul di layar, bagaimana aset grafis bergerak mengikuti narasi, hingga transisi antar-scene. Proses ini dilakukan sejak awal perencanaan agar animator memiliki panduan yang jelas.

                  Secara permukaan, proses sinkronisasi audio dan visual ini mungkin terkesan tidak terlalu penting. Padahal, ini adalah bagian dari strategi komunikasi visual yang sangat menentukan hasil akhir. Kesalahan timing yang terlihat sepele saja bisa mengubah cara peserta ajar memahami sebuah konsep.

                  Itulah mengapa kolaborasi erat dengan Subject Matter Expert (SME) juga penting. Narasi yang tepat, dipadukan dengan visual yang muncul di waktu yang pas, menciptakan alur pembelajaran yang natural sekaligus efektif.

                  Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

                  Share:

                  M. Rizky Fajar Ramadhan

                  Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

                  Menyaring Materi Ajar untuk Video Pembelajaran Korporat

                  Menyaring Materi Ajar untuk Video Pembelajaran Korporat

                  Daftar Isi

                    Mengapa Kita Perlu Menghindari Memberikan Terlalu Banyak Informasi?

                    Pernahkah Anda menonton video pelatihan perusahaan yang terasa seperti slide presentasi pada umumnya? Satu layar penuh dipenuhi dengan banyak teks penjelasan yang diambil langsung dari modul atau presentasi. Lalu dari segi visual, juga mungkin tidak begitu banyak. Video yang padat dengan teks seperti ini justru membuat peserta ajar cepat kehilangan fokus.

                    Ketika kita berkemas untuk sebuah perjalanan, tentunya kita hanya akan membawa pakaian secukupnya, kan? Hal yang sama berlaku dalam pembuatan video pembelajaran. Tidak semua detail harus dimasukkan ke dalam satu video. Kita perlu memfilter elemen mana saja yang esensial untuk ditampilkan baik dalam teks maupun visual.

                    Berdasarkan Prinsip Redundansi dan Prinsip Modalitas yang dikembangkan oleh Richard E. Mayer, video yang terlalu padat justru akan memberikan beban kognitif yang berlebihan kepada peserta ajar.

                    Menurut Prinsip Redundansi, informasi yang berlebihan atau diulang-ulang dalam bentuk teks dan audio akan berdampak pada proses pembelajaran yang kurang efektif. Sedangkan menurut Prinsip Modalitas, informasi visual yang disandingkan dengan narasi verbal akan lebih efektif dibandingkan informasi yang ditampilkan menggunakan kombinasi visual dan teks. Ini berkaitan dengan jalur pemrosesan informasi di dalam otak. Dengan membagi informasi menjadi visual dan audio, beban kognitifnya menjadi lebih rendah.

                    Lantas, bagaimana caranya menyajikan informasi dari materi yang padat tapi tetap terasa ringan?

                    Di Monkey Melody, kami mempercayakan tugas ini kepada tim penulis naskah dan storyboarder. Tim storyboarder, khususnya, berperan penting dalam menyusun pengalaman visual pembelajaran. Tugas mereka adalah untuk mentransformasikan materi ajar menjadi alur visual yang terstruktur, komunikatif, dan tentunya tidak berlebihan.

                    Pentingnya Mempelajari dan Menyaring Bahan Materi Ajar

                    Bagaimana sih cara menyaring materi dari modul atau bahan presentasi? Tentunya, pertama kita perlu memahami objektif yang ingin dicapai klien. Terkadang, ada pihak yang memiliki prioritas untuk mengonversi semua modul pembelajaran menjadi video, sehingga videonya cukup padat  dengan teks. Namun, bila memungkinkan, sebaiknya kita mengikuti prinsip yang diusung Richard E. Mayer.

                    Pertama, tim penulis naskah yang perlu membaca dan mempelajari setiap modul. Komprehensi yang menyeluruh membantu tim untuk mencari parafrase yang tepat tanpa mengurangi akurasi informasinya. Selanjutnya, tim storyboarder kami perlu memahami konteks materi dengan baik, membaca naskah, menelaah bahan ajar dari klien, dan melakukan riset tambahan jika diperlukan. Beberapa materi, terutama yang bersifat teknis atau prosedural, bisa sangat menantang untuk divisualisasikan secara efektif tanpa kehilangan esensinya.

                    Di sinilah kepekaan terhadap prinsip Redundansi menjadi sangat penting. Kami menyadari bahwa terlalu banyak teks di layar, apalagi jika sama persis dengan narasi suara, justru akan mengurangi efektivitas penyampaian informasi. Sebaliknya, visual yang tepat, dipadukan dengan narasi yang terstruktur, justru bisa memperkuat retensi memori dan pemahaman peserta ajar.

                    Menyederhanakan bukan berarti mengurangi kualitas. Justru sebaliknya, di balik video pembelajaran yang terlihat ringan dan enak ditonton, ada proses panjang untuk memperkuat efektivitas videonya baik dari segi estetika maupun akurasi. Dengan memahami prinsip Redundansi dan Modalitas serta melibatkan tim storyboarder sejak awal, kita dapat menciptakan konten pembelajaran yang lebih strategis dan berdampak bagi peserta ajar.

                    Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

                    Share:

                    M. Rizky Fajar Ramadhan

                    Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.

                    Meningkatkan Retensi via Video Pembelajaran Interaktif

                    Meningkatkan Retensi via Video Pembelajaran Interaktif

                    Daftar Isi

                      Video Konvensional VS Video Interaktif

                      Materi pembelajaran berbasis video sudah sangat umum dan dapat dijumpai di berbagai platform yang fokus utamanya bukan edukasi seperti TikTok, YouTube, dan sebagainya. Seiring waktu, standar video pembelajaran pun semakin meningkat. Motion Graphic misalnya, menjadi elemen wajib yang perlu dihadirkan supaya perhatian penonton bisa terjaga.

                      Namun, sekeren apa pun tampilannya, format video mendorong proses pembelajaran yang pasif. Jika penonton tidak menerapkan proses berpikir kritis selama menonton, hasilnya mungkin tidak akan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan aktivitas belajar di dalam kelas.

                      Video konvensional memang memiliki kelebihan. Formatnya sederhana, biaya produksinya relatif lebih rendah, dan tentunya seperti yang kita alami selama pandemi, dapat diakses kapan saja. Bagi perusahaan yang memiliki kebutuhan untuk mengonversi semua modul menjadi video, format ini masih relevan. Namun, kelemahan utamanya adalah rendahnya tingkat keterlibatan.

                      Sebaliknya, video interaktif dirancang untuk membuat peserta ajar aktif terlibat. Saat menonton, mereka tidak hanya menyerap informasi, tetapi juga diajak untuk mengklik, memilih, menjawab, atau bahkan menentukan alur pembelajaran sendiri. Contoh sederhananya, kuis singkat yang muncul di tengah video dapat mendorong peserta ajar untuk mengingat kembali topik yang dibahas sebelumnya.

                      Selain itu ada format interaktivitas lain yang dapat dicoba seperti diagram interaktif, skenario bercabang, dan sebagainya. Kelebihannya yaitu dapat meningkatkan engagement dan menjaga konsentrasi supaya bisa bertahan lebih lama sehingga harapannya dapat meningkatkan pemahaman. Tentu saja, produksi video interaktif membutuhkan perencanaan dan usaha ekstra.

                      Penerapan Nyata Video Interaktif

                      Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Computer Science Advancements, ditemukan bahwa dari 300 mahasiswa, kelompok yang belajar melalui video interaktif menunjukkan tingkat retensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan video konvensional. Selisih completion rate kedua kelompok sebesar 14%. Sedangkan selisih rata-rata durasi menontonnya sebesar 13 menit.

                      Tidak hanya itu, interaksi dengan konten meningkat drastis, dari rata-rata 3 interaksi per video menjadi 27 interaksi. Dampaknya pun terlihat. Skor hasil belajar kelompok interaktif 25 persen lebih tinggi dibanding kelompok konvensional.

                      Menariknya, peserta dalam studi tersebut juga melaporkan pengalaman yang lebih imersif. Mereka merasa seperti sedang “berdialog” dengan materi. Kuis dalam video memberi umpan balik instan, sementara skenario bercabang menstimulasi rasa ingin tahu. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori kognitif multimedia yang menyebutkan bahwa orang belajar lebih baik ketika aktif memproses informasi melalui kombinasi teks, visual, dan interaksi.

                      Temuan ini juga didukung oleh pengalaman Monkey Melody dalam memproduksi video pembelajaran interaktif. Monkey Melody telah membantu beberapa perusahaan menyusun video pembelajaran interaktif untuk kebutuhan pelatihan berbasis simulasi. Salah satu contohnya adalah pelatihan komunikasi Bahasa Inggris untuk perawat yang harus belajar berkomunikasi dengan kolega dan pasien dalam Bahasa Inggris.

                      Dalam proyek ini, video interaktif didesain menyerupai dialog simulasi, lengkap dengan segmen yang memicu peserta ajar untk mengingat kembali kosakata yang telah dipelajari. Tujuannya supaya peserta ajar memiiki gambaran seperti apa percakapan nyata di berbagai situasi.

                      Kami menggunakan tools seperti H5P dan memadukan desain UI yang sederhana namun responsif agar pengalaman belajar tetap nyaman diakses dari mana saja.

                      Selain itu, Monkey Melody juga pernah dengan KPK dalam penyusunan multimedia pembelajaran terkait materi Kode Etik dan Kode Perilaku. Dalam proses penyusunan konsep, kami mencari format yang memungkinkan peserta ajar untuk tidak hanya belajar sambil menikmati visual yang disajikan, tetapi juga teresap ke dalam sebuah cerita. Akhirnya kami memutuskan untuk menerapkan gaya cerita bercabang ala visual novel. Peserta ajar akan dihadapkan pada pilihan penting di titik-titik tertentu. Keputusan mereka akan memengaruhi jalan cerita dan ending sehingga pengalaman belajarnya terasa imersif.

                      Setelah mengerjakan lebih dari 1000 multimedia pembelajaran, Monkey Melody memahami bahwa setiap perusahaan memiliki tantangan dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, kami menawarkan pendekatan yang disesuaikan untuk memastikan bahwa setiap video yang kami buat dapat mencapai tujuan pelatihan yang diinginkan. Dengan menggunakan teknologi terbaru dan pendekatan kreatif, kami siap membantu perusahaan Anda dalam menghadapi tantangan pelatihan di masa depan.

                      Share:

                      M. Rizky Fajar Ramadhan

                      Di Monkey Melody, Fajar memastikan proses pembuatan multimedia learning berjalan dengan lancar dari pra-produksi hingga pasca produksi. Selain kadang terlibat langsung dalam pembuatan script dan storyboard, Fajar juga membantu menyusun konten-konten media sosial Monkey Melody.